TEORI PELURU ATAU JARUM SUNTIK



TEORI PELURU ATAU JARUM SUNTIK

Teori peluru ini merupakan konsep awal sebagai efek komunikasi massa yang oleh para teoritis komunikasi  tahun 1970-an dinamakan pula hypodermic needle theory  yang  diterjemahkan sebagai teori jarum hipodermik. Teori ini ditampilkan pada tahun 1950-an setelah peristiwa penyiaran kaleidioskop stasiun radio CBS di Amerika berjudul “The Invasion From mars.

Wilbur Schramm pada tahun 1950an menatakan bahwa seorang komunikator dapat menmbakan peluru komuikasi yang begitu ajaib kepada khalayak yang pasif tidak berdaya.  Model ini mengasumsikan bahwa dia merangsang langsung dan cepat serta mempunyai efek yang amat sangat kuat atas mas audience. Teri ini sepadan dengan efek yang ditimbulkan teori S-R yang populer antara tahun 1930 dan 1940. Teori S-R mengajarkan bahwa setiap stimulus (rangsangan) akan menghasilkan respons (tanggapan) secara spontan dan otomatis bagaikan gerak refleks.

Peristiwa komunikasi menurut model jarum suntik (hypodermic needle) yang diibaratkan seperti hubungan S-R yang serba mekanistis . Media massa diibaratkan sebagai sebuah jarum suntik besar yang memiliki kapasitas sebagai perangsang (S) yang amat kuat dan menghasilkan tanggapan (R) yang kuat pula, bahkan secara spontan, otomatis serta reflektif.

Model Hypodermic Needle selain diparalelkan dengan konsepsi S-R yang mekanistis, juga diibaratkan dengan teori peluru (bullet theory) yang memandang pesan – pesan media bagaikan melesatnya peluru-peluru senapan yang mampu merobohkan tanpa ampun,siapa saja yang terkena peluru.

Elihu Katz dalam bukunya “The Diffusion of new ideas and practices” menunjukan aspek-aspek yang menarik dari model hipodermik ini :
A . Media massa memiliki kekuatan yang luar biasa, sanggup menginjeksikan secara mendalam ide-ide kedalam benak orang yang tidak berdaya ( the all powerfull media are able to impres ideas on defenseless minds).
B. Mass audience dianggap seperti atom-atom yang terpisah atau sam lain, tidak saling berhubungan dan hanya berhubngan dengan media massa . kalau individu- individu dalam mass audience mempunyai pendapat yang sama dalam suatu persoalan, hal ini buka karena mereka berhubungan atau berkomunnikasi satu dengan yang yang lain, meliankan karena mereka memperoleh pesan- pesan yang sama dari suatu media. (Schramm, 1963).


            Model hypodrmic needle timbul pada periode dimana komunikasi massa telah digunakan secara luas, baik di Eropa maupun di Amerika Serikat, yaitu sekitar  Tahun 1930-an dan mencapai puncaknya menjelang Perang Dunia II. Pada periode ini kehadiran media massa, baik media cetak maupun elektronik telah mendatangkan perubahan-perubahan  besar diberbagai masyarakat yang terjangkau oleh All-Powerful media massa. Penggunaan media massa secara luas untuk keperluan komunikasi telah melahirkan gejala-gejala mass society. Individu-individu tampak seperti telah distandarisasikan, diotomatisasikan dan kurang keterkaitannya hubungan antar pribadi (interpersonal relations). Keterpaan media massa (mass media eksposure) tampak di dalam a kecenderungan adanya homogenitas cara – cara berpakaian, pola – pola pembicaraan, nilai – nilai baru yang timbul sebagai akibat keterpaan media massa tadi, serta timbulnya produksi massa yang cenderung menunjukkan suatu kebudayaan massa.

            Model hypodermic Needle cenderung sangat melebihkan peranan komunikasi massa dengan media massanya. Para ilmuan sosial mulai berminat terhadap gejala – gejala tersebut dan berusaha memperoleh bukti – bukti yang vaild melalui  penelitian – penelitian ilmiah. Serangkai an penelitian itu menghasilkan suatu model lain tentang proses komunikasi massa dan sekaligus menumbangkan model hypodermic needle.

            Di Indonesia, contoh penerapan propaganda ini bisa dilihat pada iklan-iklan produk kecantikan yang ditayangkan di TV. Sang pemasang iklan banyak menyajikan keunggulan-keunggulan yang terdapat dalam produknya untuk menarik perhatian para penonton. Walaupun pada kenyataannya, dari pesan keunggulan yang disampaikan tidak memberikan efek secara langsung dan hanya berdampak pada sebagian orang dengan jenis kulit yang cocok. Dari sinilah, iklan meluncurkan peluru atau propaganda berupa pesan keunggulan produknya dan diterima para penonton yang mungkin sebagian dari mereka terkena pengaruhnya dengan cara membeli produk kecantikan tersebut.

            Di Indonesia, contoh penerapan propaganda ini bisa dilihat pada iklan-iklan produk kecantikan yang ditayangkan di TV. Sang pemasang iklan banyak menyajikan keunggulan-keunggulan yang terdapat dalam produknya untuk menarik perhatian para penonton. Walaupun pada kenyataannya, dari pesan keunggulan yang disampaikan tidak memberikan efek secara langsung dan hanya berdampak pada sebagian orang dengan jenis kulit yang cocok. Dari sinilah, iklan meluncurkan peluru atau propaganda berupa pesan keunggulan produknya dan diterima para penonton yang mungkin sebagian dari mereka terkena pengaruhnya dengan cara membeli produk kecantikan tersebut.




SUMBER-SUMBER
Onong Uchjana Effendy. 2003. Ilmu, Teori , dan Filsfat komunikasi. Bandung : PT. CITRA ADITYA BAKTI.
Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT GRAMEDIA WIDYA SARANA INDONESIA.



Comments

Popular Posts